foto mantan presiden almarhum Soeharto kini sedang menjadi tren di kalangan masyarakat. berbagai macam variasi kata, kalimat, atau idiom digunakan untuk melengkapi foto beliau yang khas dengan senyumannya. tapi intinya mereka menyatakan bahwa kehidupan di masa presiden soeharto lebih enak daripada masa sekarang. beliau yang pada akhir masa jabatannya dihinakan tapi kini dirindukan. tidak bisa kita pungkiri bahwa kehidupan di masa presiden soeharto lebih kondusif atau dengan kata lain (istilah awamnya) lebih enak. mari kita melihat lebih dalam mengenai hal ini.
mengapa pada masa beliau lebih kondusif? saya tidak akan mengatakan lebih enak karena rasa enak itu relatif. pada masa beliau, presiden soeharto lebih memiliki visi yang jelas. beliau yang memimpin negeri ini selama 32 tahun jelas memiliki pandangan apa yang akan beliau lakukan selama beberapa tahun ke depan. pada masa beliau ada istilah pelita (pembangunan lima tahun) yang merupakan pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka panjang 25 tahun (saya lupa namanya). jadi programnya jelas dan bukan sekadar proyek kejar tayang. beliau adalah ahli strategi yang handal terbukti pembangunan dimana-mana dengan berpedoman pada repelita (rencana pembangunan lima tahun).
pada masa beliau begitu terasa pemerintahan satu komando. ketika pemimpin bertitah, tidak ada yang bisa melawan. sehingga pembangunan dilakukan tidak terlalu banyak pertimbangan yang "mabuk". tidak pula terlalu digoncangkan oleh lingkungan yang melawan. sehingga fondasi maupun rancangan yang dibangun oleh pemerintah dengan jelas dikerjakan. inilah sisi positif dari tirani yang tidak dimiliki oleh sistem yang lebih demokratis.
tentu saja dalam menjalankan suatu sistem ada sedikit atau banyak aspek yang harus "dikorbankan". pada masa beliau, pengorbanan tersebut begitu terasa bagi mereka yang dianggap sebagai lawan politik. oleh karena itu di atas saya mengatakan bahwa rasa enak itu relatif karena bagi mereka lawan politik, masa presiden soeharto bukan masa yang enak.
tapi kita harus bangun dan sadar dari tidur dan mimpi kita. masa orde baru telah selesai, beliau sudah tiada. kita tidak bisa kembali ke masa lalu. mari kita sudahi mimpi itu dan manfaatkan masa itu sebagai pelajaran. orde reformasi bukan orde yang sia-sia jika kita mau membuka mata. jika kita ingin seperti masa orde baru, kita memerlukan orang-orang yang sama dengan masa itu. pemimpin yang sama dengan almarhum soeharto dalam hal visi, khususnya di pemerintahan sangatlah sulit karena memang beda manusia beda sifat. kita, setidaknya sebagian besar dari kita, telah memposiskan diri sebagai masyarakat yang demokratis dan tidak mau diatur oleh tirani.
di jajaran pemimpin, kita belum menemui pemimpin yang visisoner atau setidaknya kondisi yang ada memaksa untuk tidak bisa visioner. bagaimana tidak, dari satu masa jabatan presiden yang lima tahun, satu tahun pertama digunakan untuk adaptasi dan satu tahun di akhir untuk persiapan pemilu berikutnya. di pemimpin level bawah (provinsi atau kabupaten bahkan kelurahan), mentang-mentang diakuinya otonomi daerah, mereka dengan sesuka hati menentang program pemerintah padahal tidak berfikir bagaimana manfaatnya. jika telah terlihat manfaatnya baru menjalankannya.
sebagai rakyat, apakah kita juga memposisikan diri sebagaimana masyarakat di masa lampau yang mau mempisiskan diri pada satu komando? atau kita suka menyangkal dengan perintah pemimpin kita? sedikit-sedikit demonstrasi, sedikit-sedikit protes tanpa berfikir lebih dalam. mari kita melihat sejenak kisah khalifah Ali bin Abi Thalib yang ditanya oleh seseorang "mengapa ketika kekhalifahan Abu Bakar dan Umar kondisinya tertib?" Khalifah Ali menjawab, "karena ketika Abu Bakar dan Umar sebagai khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah dirimu dan orang-orang sepertimu".
mengutip qoutes dari Anies Baswedan, berhentilah meratapi gelap dan mulailah menyalakan lilin. sudahlah kita bermimpi presiden soeharto akan bangun kembali dari kubur, marilah kita dukung program pemerintah, selama itu bukan program zalim, dan bersikaplah sebagaimana rakyat yang cerdas, jangan mudah terprovokasi.