Beberapa hari kemarin kita sedang disuguhi dengan pemberitaan terkait siapa yang akan mengisi kementerian apa di kabinet Pak Jokowi. Setelah marak kalangan berspekulasi tentang siapa dan berposisi apa, akhirnya Pak Jokowi mengumumkan dan kemudian melantik para menteri di Kabinet Indonesia Maju. Ada yang mengejutkan dan ada yang dianggap biasa di susunan kabinet kali ini. Sebagaimana kejutan tentang Pak Prabowo yang menjadi Menteri Pertahanan. Tetapi memang begitulah politik.
Sumber: setneg.go.id |
Salah satu dari beberapa yang menarik perhatian adalah Nadiem Makarim yang diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namanya menarik perhatian mengingat beliau sebelum dilantik menjadi menteri adalah CEO Gojek. Gebrakannya yang mendirikan sebuah perusahaan "ojek", dimana ojek merupakan suatu hal yang khas dengan Indonesia, menjadi perusahaan yang memperoleh status unicorn. Kita tahu bersama bahwa kehidupan sebagian besar dari kita saat ini tidak bisa lepas dari perusahaan yang dirintisnya itu. Bahkan Gojek pernah menjadi sponsor utama Liga 1, liga profesional dan tertinggi sepakbola di Indonesia, dimana sebelumnya kebanyakan perusahaan rokok dan bank yang mendominasi. Memes dan jokes pun bermunculan, semisal berangkat sekolah naik goride atau gocar, bayar spp pakai gopay, kantin pakai gofood, buku ketinggalan pakai gosend, dan lain-lain. Memang kocak netizen Indonesia, hehe.
Alasan Pak Jokowi memilih Nadiem Makarim
Jika kita membaca laman setneg RI, Pak Jokowi memilih Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah karena Nadiem dilihat bisa membuat terobosan, mampu mengelola sumber daya manusia sebagaimana di Gojek, dan mampu mengelola teknologi.
Banyak pro dan kontra terkait dengan posisinya itu. Pro kontra muncul terkait dengan sisi politik karena tidak dijabat oleh kelompok ini atau itu. Pun pro dan kontra muncul karena ia dianggap terlalu muda, belum berpengalaman, serta terkait bagaimana kondisi perusahaan Gojek saat ini. Untuk alasan pertama, dunia politik tidak akan ada habisnya. Mau siapa pun yang berada di sana bahkan profesional yang paling profesional pun pasti akan ada pro kontra. Untuk alasan kedua, hanya ada satu jawaban, mari kita beri kesempatan kepada Nadiem untuk membuktikan.
Nadiem, sebelum terkenal di Gojek, adalah lulusan Harvard Business School, Harvard University dan pernah menjadi co-founder Zalora. Ia sejak SMA sekolah dan kuliah di luar negeri. Ini yang selalu didengungkan oleh petinggi negara ini, bahwa kita harus seperti negara di luar yang lebih hebat. Tantangan Nadiem adalah membuat ekosistem pendidikan yang menyerupai pendidikan luar negeri. Tugas yang berat memang, tapi memang itu tuntutannya.
Tuntutan ke dua adalah, bagaimana teknologi dapat masuk ke dunia pendidikan kita. Sebagaimana pendidikan luar negeri yang katanya full dengan teknologi modern, begitu sudut pandang beberapa orang di negeri ini. Setidaknya itu yang saya baca mengapa Pak Jokowi memilihnya menjadi Menteri Pendidikan. Teknologi modern memang menjadi hal yang menarik perhatian agar pendidikan kita, katanya, menjadi lebih maju.
Untuk menjawab dua tuntutan tadi, dan banyak tuntutan lainnya, Nadiem tentu harus berlomba dengan waktu. Masa kerja presiden memang lima tahun. Apakah benar masa kerja menteri juga lima tahun? Belum tentu. Kita ingat bahwa Pak Anies Baswedan hanya menjabat di posisi yang sama dengan Nadiem selama kurang dari dua tahun. Padahal kala itu banyak pujian dan harapan tentang pendidikan Indonesia di tangan Pak Anies.
Menanti gebrakan Nadiem menjadi Menteri Pendidikan
Dunia pendidikan bukan hanya sekadar membuat gebrakan tetapi ada sisi budaya di sana. Pak Anies terlihat tahu akan hal itu. Sehingga salah satu yang dicetuskan adalah mengantar anak ke sekolah di hari pertama masuk sekolah. Setelah beliau tidak lagi menjabat menteri, dan berpindah ke DKI 1, jiwa itu masih tetap beliau pertahankan.
Nadiem yang selama bertahun-tahun berada di dunia pendidikan luar negeri, bisa jadi juga paham terkait hal itu. Ia pasti pernah merasakan bagaimana disiplinnya pendidikan luar negeri yang tidak ada di Indonesia. Bagaimana mengelola ekosistem gojek bukan hanya teknologinya tetapi juga budaya masyarakat Indonesia yang begini begitu. Bagaimana ia dalam gojek harus berkompetisi dan berhubungan dengan ojek konvensional. Semua adalah tentang budaya.
Budaya dan gebrakan adalah dua hal yang saling berkontradiksi tetapi di tangan Menteri Pendidikan keduanya harus saling berkompromi. Bagaimana ia membuat gebrakan pendidikan di sisi lain ia juga harus membangun budaya. Jika hanya gebrakan saja, para pelaku pendidikan kita yaitu para guru, yang kemudian berimbas kepada para murid, sudah "terbiasa" digebrak dengan gonta gantinya peraturan. Aturan tahun kemarin begini, eh ganti menteri lalu ganti aturan. Dan hasilnya, bukannya budaya yang terbangun tetapi malah "pusing" di sana-sini. Masih ingat dengan kasus zonasi sekolah yang bikin para orang tua dan sekolah saling ribut? Ya begitulah jika hanya melihat gebrakan tetapi budaya sekolah diabaikan.
Nadiem pasti tahu akan hal itu. Tetapi, banyak yang tidak memahaminya. Mereka hanya tahu istilah gagal dan berhasil di sisi jangka pendek. Jika Nadiem hanya fokus pada budaya dimana budaya tidak kasat mata, sehingga tidak ada sesuatu yang menggebrak, maka banyak orang akan melihatnya sebagai kegagalan. Begitu menyedihkan pandangan mereka.
Posisi Nadiem Makarim bisa di-reshuffle
Usia kepemimpinan Nadiem Makarim bukan lima tahun sebagaimana preside. Ia bisa seketika waktu harus menyerahkan kepada orang yang lebih dipercaya oleh Pak Jokowi untuk menggantikannya. Tetapi satu hal yang bisa jadi menggoyangkan posisinya bukan prestasi melainkan goyang-goyang politik. Prestasi dan kegagalan akan dicari-cari terkait dengan politik.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaab bukan sekadar kementerian yang populis tetapi juga ada tugas besar di sana, mencerdaskan anak-anak bangsa. Oleh karena itu memang harus diurus oleh orang yang cerdas, semacam Nadiem Makarim. Tetapi, orang-orang yang berada di sekitarnya bisa jadi tidak cerdas. Harapan keberhasilan Nadiem bukan hanya prestasi setahun dua tahun atau bahkan hanya lima tahun. Tetapi tugas besarnya adalah anak-anak yang saat ini berada di bangku sekolah, di sepuluh atau dua puluh tahun lagi menjadi generasi emas yang benar-benar cerdas.
Oleh karena itu, mari kita beri kesempatan kepada Nadiem untuk bekerja sebagai Menteri Pendidikan, jangan goyang-goyang dia dengan hal-hal politis. Ia sedang bekerja mencerdaskan anak-anak bangsa. Sudah seharusnya kita membantunya. Jika memang tidak bisa membantu secara langsung, setidaknya cukup dengan diam dan jangan mencaci.
Sebenarnya ini juga berlaku untuk menteri yang lain, pun Pak Jokowi sebagai presiden. Tinggal disesuaikan saja kalimatnya, hehe. Saya bukan pemilih Pak Jokowi di pemilu kemarin, tetapi saya juga ingin Indonesia maju. Selamat bekerja Kabinet Maju, selamat bekerja Pak Jokowi dan para pembantu. Semoga Indonesia bisa benar-benar maju. :)