Selalu saja ada bahasan terkait dengan batik. Terlebih hadirnya pandemi covid-19 ini, kehidupan batik memang diuji. Batik bukan saja hanya berbicara tentang batik itu sendiri melainkan bagimana ia bisa masuk ke dalam ekonomi kreatif. Oleh karenanya, batik harus berkolaborasi baik dengan jenis kain yang lain, dengan subsektor ekonomi kreatif yang lain, atau dengan bentuk kehidupan yang lain. Hal ini yang melatarbelakangi Kemenparekraf melalui bidang SDM menyelenggarakan webinar Otentik: Obrolan tentang Batik, "Batik representasi Indonesia untuk fesyen, kriya, dan interior".
Acara Otentik ini diselenggarakan pada Kamis, 27 Agustus 2020 melalui kanal zoom. Sebenarnya Kemenparekraf selama masa pandemi ini setiap hari Kamis rutin menyelenggarakan acara webinar. Namun, karena hari Kamis sebelumnya bertepatan dengan hari libur nasional, maka ada pergeseran hari penyelenggaraan. M. Ricky Fauziyani selaku Direktur pengembangan SDM Ekonomi Kreatif serta sebagai penyelenggara menyampaikan bahwa peserta yang mendaftarkan diri dalam acara ini sebanyak 721 orang yang terdiri atas akademisi, pelaku ekonomi kreatif, aparatur negara, pers, serta komunitas. Atau sering disebut dengan pentahelix ekonomi kreatif. Meski di hari H yang jumlah partisipan yang tercatat di zoom sekitar 360 orang --dari kapasitas 450--, mungkin ada yang mengikuti secara berombongan, hehe. Dari sebelas subsektor ekonomi kreatif, hari ini hanya membahas tentang tiga subsektor saja, feshen/fashion, kriya, dan desain interior.
Dr. Wisnu B. Tarunajaya, M.M. deputi bidang sumber daya dan kelembagaan dalam pembukaan sekaligus keynote speak menyampaikan bahwa sebelum pandemi, batik sudah dikenal hingga seluruh dunia. Kita ingat dengan Nelson Mandela yang senang memakai batik. Oleh karenanya, kita --khususnya pelaku usaha batik-- harus mempertahankan itu dengan menguasai lima kompetensi atau hardskill:
- task skill
- task management skill
- contingency skill
- job rule skill
- transfer skill atau kemampuan beradaptasi
Selain kelima kompetensi tersebut, agar bisa be the best, kita harus memiliki sikap integritas, antusias, dan totalitas.
Pandemi tidak semata-mata negatif. Ada sisi-sisi positif yang bisa kita ambil. Contoh nyata adalah sebagian pelaku usaha batik yang sebelumnya kurang memahami atau kurang memanfaatkan aspek-aspek digital, kini mau tidak mau harus memanfaatkan, minimal berupa media sosial.
Baca juga: Review Industri Batik Keraton Pekalongan
Pembicara pertama, Rahayu Sulistyowati, Manager pemasaran LSP Batik, dalam pemaparannya terkait dengan kolaborasi batik dengan subsektor ekonomi kreatif lain, sebenarnya sudah ada sejak sebelum pandemi. Hal ini mengingat banyaknya peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan, semisal bonus demografi, perkembangan gaya hidup digital, dan sebagainya.
Salah satunya yang telah dilakukan LSP (Lembaga sertifikasi profesi) batik sebelum pandemi adalah pemanfaatan teknologi dalam penciptaan dan mendesain motif batik agar lebih berkualitas. Selain itu, Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang sangat besar, potensi untuk pewarna alam pun besar pula. Dengan peningkatan kompetensi profesi batik dan peningkatan kualitas batik, harga dan profit dari batik pun bisa naik. Dan, pada akhirnya, bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Ketika pandemi hadir, apa yang sudah dilakukan sebelum pandemi bisa dilanjutkan. Salah satunya sosialisasi ITF (Indonesia trend forecasting) terkait dengan fashion. Dan di bidang fashion ini pun agar tetap dan makin eksis harus berkolaborasi dengan produk kreatif yang lain.
Untuk ITF, disampaikan secara khusus dan detail oleh Nuniek Mawardi, Vice Chairman Research and Education IFC. Sebenarnya apa yang beliau sampaikan sangat bagus terkait tren fashion tahun 2020-2021 dan 2021-2022. Hanya saja kualitas sinyal dari beliau kurang bagus jadi ada beberapa yang missed. Tetapi kurang lebih demikian.
Bu Nuniek berusaha untuk mengkombinasikan batik dengan bentuk kain lain semisal tenun, jumputan, dan lain-lain. Tujuannya adalah membuat sesuatu, dalam hal ini fashion, menjadi lebih menarik.
Kilas balik, pada awalnya kreasi kurang berkembang jiplak menjiplak antar pebisnis fashion. Permintaan pasar yang besar didukung dengan penjualan yang besar pula tetapi kualitasnya kurang, khususnya kurang kreatif. Untuk meningkatkan, maka harus meningkatkan kualitas.
Tren Fashion 2021-2022
Untuk 2020-2021, tren fashion temanya adalah singularity atau kejanggalan atau keunikan yang meliputi exuberant, neomedival, svarga, cortex. Sedangkan untuk tren 2021-2022 bertema essentiality, exploration, exploitation, dan spirituality.
Tema essentiality berangkat dari kepedulian, lingkungan hidup yang seimbang, terfokus pada fungsi dan esensi, biaya yang tidak berlebihan, minimalis, simetri, warna bisa padu padan dengan mudah, tenang tapi tidak membosankan tetap pada keunikan, namun tidak berlebihan. terkait dengan batik, batik bisa diimplementasikan ke dalam tren fashion tersebut. Untuk motif-motif batik yang simetris dan tidak ramai lebih cocok untuk tema essentiality ini.
Tema exploration melihat jauh ke depan, bermimpi yang lebih baik, beyond nature, banyak bertumpu pada pemanfaatan teknologi, menjelajah ke dunia lain. Tema ini menghormati proses, lebih rumit, dan motif batik lebih abstrak.
Tema exploitation menggambarkan dampak eksploitasi yang riuh rendah, dominan, maksimalis, berlebihan, banyak mengambil unsur alam, permainan efek kamuflase, animal print. Ciri tema exploitation ini adalah bentuk-bentuk yang besar semisal motif batik wayang.
Tema spirituality kombinasi bentuk-bentuk geometris, animal print, dan bentuk-bentuk natural. Bertumpu pada kesadaran menjaga alam dan akar budaya, bertumpu pada local wisdom. Ciri bentuk tema spirituality adalah bisa menggunakan bentuk assimetrical.
Batik dan Desain Interior
Pembicara ketiga adalah R. Mochammad Reffrajaya H., praktisi desain interior. Menarik, karena batik bukan saja hanya berbicara di bidang kriya dan fashion, tapi bisa berkolaborasi dengan desain interior. Di awal pemaparannya, beliau menyampaikan tiada hari tanpa kolaborasi dan kita harus selalu berkolaborasi.
beliau memaparkan bagaimana mendesain interior suatu bangunan bank Mandiri yang sudah ada sejak tahun 80an tetapi belum difungsikan maksimal. Di kemudian hari gedung tersebut akan menjadi executive club yang merupakan fasilitas pendukung Bank Mandiri untuk pertemuan internal para direksi, perjamuan resmi bagi tamu VIP dan para eksekutif, dan merepresentasikan Indonesia.
Peran batik salah satu konten yang merepresentasikan Indonesia. Batik bisa ditampilkan dalam tiga bentuk yaitu sebagai benda atau kain batiknya itu sendiri, batik sebagai pola yang diadaptasikan, atau batik sebagai nama ruang.
Motif batik mega mendung pada plafon |
Contohnya implementasi motif batik adalah bentuk plafon di grand meeting room yang berupa motif mega mendung yang dibuat menggunakan CNC pada bahan hardwood. Pola batik bisa digunakan untuk akustik. Pola-pola batik yang beliau gunakan untuk dinding akustik di ruang auditorium adalah delapan motif batik perwakilan batik-batik yang ada dari Aceh hingga Papua. Dalam pemanfaatan motif batik tersebut harus hati-hati karena ada batik-batik tertentu yang memiliki falsafah khusus. Batik yang digunakan adalah batik yang memiliki filosofi bagus. Harapannya, dengan filosofi batik yang agung tersebut bisa menambah nilai ruangan tersebut.
Batik bukan untuk lantai
Batik bukan hanya pajangan semata, tetapi diangkat menjadi sesuatu yang mempunyai makna sehingga "kehadirannya" dapat dirasakan sebagai bagian dari ruang.
Berbicara tentang batik bukan hanya tentang batik itu sendiri. Ada banyak hal yang bisa dikolaborasikan terkait dengan batik. Pembahasan hari ini hanya terkait tiga subsektor saja. Masih ada delapan subsektor lain yang belum dibahas dan masih mungkin untuk berkolaborasi dengan batik. Selalu ada kesempatan untuk berkreasi dengan batik. Dan inovasi terkait dengan batik pada akhirnya akan meningkatkan kemanfaatan untuk masyarakat.