Setelah beberapa kali sudah registrasi webinar maupun zoom meeting dan gagal hadir karena beberapa kendala, alhamdulillah pagi ini saya bisa ikut. Kali ini belajar tentang big data terkait market analysis di masa pandemi covid-19. Sepertinya ini masih nyambung dengan postingan sebelumnya, bahwa pandemi corona ini adalah pintu gerbang kita masuk ke era industri 4.0. Kalau kemarin masih berbicara tentang konektivitas, kini aspek lain yang menjadi dasar industri 4.0 yaitu big data.
Apa itu big data? "Big data is collection of data from various sources, often characterized by what is become known as 3V's: volume, variety and velocity."
Demikian Pak Ismail Fahmi, Ph.D mengawali materi pagi ini 26 April 2020. Beliau merupakan founder Media Kernels Indonesia atau salah satu produk yang terkenal adalah Drone Emprit. Beberapa kali beliau tampil di media tv menyampaikan khususnya terkait dunia politik dari sisi sosial media. Tetapi kali ini sebagai pembicara tunggal berbicara lebih ke big data dan market analysis.
Acara pagi ini diselenggarakan via kanal zoom dan live youtube oleh Ikatan Alumni Teknik Industri (IKATI) UII. Agenda setiap minggu pagi selama pandemi covid-19 dan kali ini sudah memasuki pekan ketiga.
Saat ini, keberadaan data di dunia maya begitu besarnya. Di 2020 ini, pertumbuhan data mencapai 50 kali lipat dari 2010. Dan, 90% data dibuat di dua tahun terakhir. Salah satu sumber data itu adalah media sosial. Sebenarnya media VOIP semisal percakapan di zoom juga merupakan data. Tapi butuh usaha tersendiri untuk menangkapnya. Dan kini sudah ada teknologi untuk menangkap data percakapan berbasis suara tersebut.
Banyak pertanyaan kapan pandemi covid-19 ini akan berakhir. Banyak prediksi, peramalan dan pemodelan tentang itu. Tetapi, sampai sekarang belum tahu mana jawaban yang terbaik. Pak Ismail Fahmi mengutip prediksi Yuswohadi dkk terkait perilaku konsumen "new normal" pasca covid-19.
Terdapat 4 Mega shift (yang kemudian bisa dipecah dalam 30 prediksi) perilaku konsumen sekarang dan nanti:
1. Stay at home lifestyle
Masyarakat sudah mulai berdamai dengan keadaan. Orang-orang yang semula terpaksa harus di rumah saja, kini menciptakan sendiri kehidupan di rumah. Memasak di rumah bukan lagi karena irit tetapi karena tidak memungkinkan makan di restoran maka mereka menciptakan restoran sendiri di rumah. Ngopi yang semula di kafe, mereka mulai berkreasi dengan kopi di rumah.
Masyarakat mulai berkreasi dengan DIY. Bagaimana more home cooking, membuat perabotan sendiri, skin care dan make up, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Tempat pamer bukan lagi hanya instagram. Rumah sebagai basis kegiatan, termasuk sebagai tempat kerja, disulap menjadi tempat yang zoomable. Mereka pun bisa melakukannya secara DIY.
TV kembali tersentuh, setelah sekian lama ditinggalkan. Orang-orang mulai jenuh dengan pemberitaan tentang corona di media online. Akhirnya pelarian mereka adalah hiburan di TV.
2. Back to the bottom of pyramid
Dalam piramida maslow, eksistensi diri berada di puncak. Tetapi, covid-19 telah mengubahnya. Sekarang sehat adalah yang utama. Dulu, asal orang punya uang bisa berobat ke mana saja. Kini, meski punya uang tetapi rumah sakit penuh, ICU penuh, meski ada uang tetap tidak ada gunanya. Mereka dengan cara apa pun akan berusaha agar tetap sehat.
Baca juga Anomali piramida Maslow
Baca juga Anomali piramida Maslow
3. Go virtual
Karena kita semua berada di rumah, maka interaksi dilakukan secara virtual. Salah satu contoh adalah telemedicine. Orang yang sakitnya tidak terlalu parah dan tidak terkait dengan covid-19, mereka bisa memperiksakan diri secara virtual. Bisa via zoom atau video call WA.
Kumpul-kumpul minum kopi bareng bisa di rumah masing-masing dan disatukan dalam aplikasi. Lalu mereka menceritakan kopi yang diseruputnya kopi apa.
Challenge lempar selendang lalu berganti kostum pun merupakan bentuk kreativitas agar tetap eksis dan saling terkait satu dengan lainnya meski hanya virtual.
4.Empathic Society
Kondisi yang demikian membuat banyak korban berjatuhan tidak terkecuali tenaga medis membuat sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial kembali muncul. Sisi simpati dan empati menjadikan banyak orang berbondong-bondong saling membantu. Ada masker gratis, tempat menginap, makanan gratis dan lain sebagainya. Karena kasus pandemi corona ini, kita lebih ingat Tuhan.
Keempat, dan turunannya, tren perilaku di atas telah dilakukan oleh banyak brand. Mereka tidak lagi hanya mengutuki musibah tetapi justru menjadikannya "pemasaran". Hal tersebut bisa dilihat di page instagram dan facebook masing-masing brand. Salah satu contoh, Ferrari dalam kondisi demikian tidak hanya berbicara tentang penjualan mobil. Tetapi dengan interaksi di instagram terkait covid-19 bisa menyumbang 10 juta euro untuk penanganan covid-19.
Kaitannya dengan big data dan digital marketing, dengan analisis yang dilakukan menggunakan Drone Emprit dan bersumber pada twitter brand-brand di Indonesia sudah berbicara tentang corona. Pada awal masuknya corona, mereka masih menge-twit hal-hal yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Kini, mereka mulai menge-twit tentang #dirumahaja dan apa yang didonasikan oleh perusahaan dalam rangka penanganan covid-19.
Bagaimana dengan UMKM? Dengan bermodalkan data perilaku masyarakat yang bisa diperoleh dari media sosial dan keempat tren perilaku di atas bisa berkembang. Di media sosial kita bisa mengetahui apa isu yang bisa dikembangkan. Misal apa hal-hal yang terkait dengan kopi berdasarkan data suara-suara netizen khususnya twitter. Apa hashtag yang sedang marak, siapa saja yang membicarakannya, cluster-cluster mana dan siapa saja yang terkait. Apakah yang membicarakan hanya satu kumpulan saja atau saling terkait dengan brand atau kumpulan yang lain.
Bagaimana data itu bisa diperoleh? Bisa menggunakan google trend. Atau menggunakan Drone Emprit Academic yang merupakan kerja sama antara Media Kernels Indonesia dengan UII. Gratis dengan syarat menuliskan tentang data tersebut dalam tulisan baik media cetak maupun media online. Di blog pun boleh karena dengan menulis di blog, menulisnya mudah membacanya pun mudah.
Kolaborasi menjadi kata kunci. Dan di era sekarang, khusunya masa pandemi covid-19, dan nanti kolaborasi tidak lagi harus bertatap muka di tempat yang sama. Kita telah berubah menjadi makhluk virtual. Jadi kita pun harus memanfaatkan hal-hal yang virtual baik data virtual maupun pertemuan secara virtual.