Pernah ketemu orang yang berkata, "saya dapat dari internet, ya pasti benar"? Saya pernah, malahan pekataan dia, "Pak dukuh dapat informasi dari internet, ya pasti benar". Dia --bukan pak dukuh-- mengatakan dengan muka yang beneran ngeselin. Mungkin informasi yang didapat dan di-share oleh pak dukuh benar, tapi penyataan dia itu yang tidak bisa dibenarkan. Mau didebat, kita-kita males berurusan panjang lebar dengannya.
Poster Film Tilik dari Ravacana Films |
Kurang lebihnya demikian yang digambarkan oleh film pendek "Tilik" yang beberapa hari lalu diputar di TVRI. Di masa pandemi covid-19 ini, TVRI memang menayangkan acara-acara belajar dari rumah. Termasuk tayangan tentang sejarah dan keunikan kota-kota di dunia dengan menggandeng Netflix. Dan malam harinya --khusus Senin hingga Kamis dan Sabtu-- TVRI menayangkan film nasional dan beberapa di antaranya adalah film pendek. Ada sensasi berbeda dan nilai-nilai yang ditanamkan dalam film pendek yang sering tidak ada dalam film konvensional panjang. Justru film pendek memiliki kreativitas yang tinggi.
Baca juga: Hanya TVRI yang mendukung belajar dari rumah
Film Tilik adalah salah satunya. Film yang diproduksi oleh Ravacana Films ini saya cari-cari di youtube ternyata belum ada. Beruntung kemarin sudah sempat nonton di TVRI. Katanya sih dalam waktu dekat akan rilis di channel youtube Ravacana Films, kita tunggu saja. Update: Film Tilik sudah rilis di Youtube.
Film yang hanya berdurasi 33 menit dan menggunakan Bahasa Jawa ini menceritakan tentang rombongan ibu-ibu yang sedang naik truk. Sebagaimana kebiasaan masyarakat di Jogja --sebagaimana latar cerita film tersebut-- ketika ada yang dirawat di rumah sakit, tetangga dan kerabat secara berombongan menjenguknya atau tilik. Dalam film Tilik, mereka mau menjenguk Bu Lurah yang sedang dirawat di rumah sakit.
Di atas bak truk mereka menggosipkan Dian, seorang wanita lajang, yang dekat dengan Fikri putra Bu Lurah. "Komandan" gosip itu adalah Bu Tejo, yang membuat penonton rasanya geregetan. Dengan bermodal informasi yang didapat dari status facebook dan dibumbui dengan ini itu, Bu Tejo "menguliti" Dian. Dari Dian ada apa-apa dengan Fikri, Dian hamil, Dian sering jalan dengan om-om, Dian bisa beli ini itu, Dian sebagai penyebab sakitnya Bu Lurah, dan sebagainya.
"Tidak benar bagaimana, internet itu dibuat oleh orang-orang pintar, yang ada di sana sudah pasti benar", kata Bu Tejo.
Dan ibu-ibu yang ada di dalam rombongan di atas bak truk itu mengamini perkataan Bu Tejo. Kecuali Yu Ning yang mana masih ada hubungan kekerabatan dengan Dian. Yu Ning juga yang mengajak ibu-ibu untuk tilik Bu Lurah. Risih dengan gosip yang dibuat oleh Bu Tejo, Yu Ning meminta Bu Tejo untuk tidak menyebarkan berita yang tidak benar. Terjadi lah perdebatan sengit di atas bak truk antara mereka berdua, hingga polisi hendak menilang truk yang mereka tumpangi.
Happy Ending? Ternyata tidak
Mungkin bagi sebagian dari kita, sikap Bu Tejo --serta mimik muka yang ngeselin-- dengan seenaknya berkata ini itu tentang Dian dan hanya bermodal internet khususnya postingan facebook tidak bisa dibenarkan. Ada rasa semoga di akhir cerita Bu Tejo mendapatkan pelajaran kalau apa yang dilakukan itu tidak benar.
Tapi, ternyata kemenangan ada di tangan Bu Tejo. Bu Lurah masih dirawat di ICU dan belum bisa dijenguk. Yu Ning sebagai orang yang sudah mengajak rombongan untuk menjenguk pun menjadi pihak yang tersalahkan. Dengan perkataan dan mimik yang ngeselin, Bu Tejo pun menyindir Yu Ning. Yu Ning disindir menyebarkan hoax atau berita yang tidak benar dan posisi mereka sudah sampai di rumah sakit. "Hayo, siapa yang menyebarkan berita tidak benar?", Bu Tejo membalik pekataan Yu Ning. Ngeselin banget ga sih?
Bu Tejo adalah kita
Meskipun ketika menonton film Tilik tersebut kita merasa geregetan dengan sikap Bu Tejo dan ingin mengatakan kalau itu semua belum tentu benar, tapi dalam fakta sehari-hari sebagian dari kita melakukannya. Dengan bermodal info dari status facebook atau grup whatsapp, kita merasa sudah tahu segalanya. Apakah kita melakukan cek dan ricek? Kadang tidak pernah.
Baca juga: Tak ada yang bisa menggaransi kebenaran berita, pun media massa.
Film ini mengatakan kepada kita itulah kita dalam gambaran Bu Tejo. Dan Bu Tejo, meskipun menurut kita salah tapi ia menang. Yu Ning yang ingin meluruskan keadaan, ternyata dalam posisi tersudutkan dan tersalahkan. Tanpa perlu happy ending dan pesan moral berupa ceramah di akhir cerita, kita bisa menghakimi Bu Tejo. Eh, apakah malah ada dari kita yang menyatakan kalau sikap Bu Tejo itu benar? Silakan juga sih.
Hoax dan fake news memang sebuah isu yang menjadi perhatian tersendiri bagi kita. Dari sekadar kehilangan uang hingga perpecahan di antara kita. Bahkan pertikaian antar golongan di negeri ini pun banyak disebabkan oleh hoax dan fake news. Ketidakmampuan juga ketidakmauan kita untuk cek dan ricek terhadap berita yang berkembang menjadi bumbu. Apalagi postingan yang belum tentu kebenarannya itu masuk ke whatsapp group kampung, WAG keluarga yang isinya adalah para sepuh, WAG pensiunan, dan sejenisnya. Anggota grup yang demikian mudah sekali percaya dengan apa yang masuk lalu disebarkan lah ke grup lain, demikian seterusnya. Dan karena itu sumbernya adalah internet, maka dianggap lah benar. Karena internet --dianggap-- selalu benar.